Kamis, 14 Maret 2013

Aspek-Aspek Perkembangan Anak Usia Dini

Aspek-Aspek Perkembangan Anak Usia Dini
Pada masa usia dini anak mengalami masa keemasan (the golden years) yang merupakan masa dimana anak mulai peka/sensitif untuk menerima berbagai rangsangan. Masa peka pada masing-masing anak berbeda, seiring dengan laju pertumbuhan dan perkembangan anak secara individual.
Masa peka adalah masa terjadinya kematangan fungsi fisik dan psikis yang siap merespon stimulasi yang diberikan oleh lingkungan. Masa ini juga merupakan masa peletak dasar untuk mengembangkan kemampuan kognitif, motorik, bahasa, sosio emosional, agama dan moral.

Beberapa Aspek-Aspek Perkembangan Anak Usia Dini :
1. Aspek Perkembangan Kognitif
Tahapan Perkembangan Kognitif sesuai dengan teori Piaget adalah: (1) Tahap sensorimotor, usia 0 – 2 tahun. Pada masa ini kemampuan anak terbatas pada gerak-gerak refleks, bahas awal, waktu sekarang dan ruang yang dekat saja; (2) Tahap pra-operasional, usia 2 – 7 tahun. Masa ini kemampuan menerima rangsangan yang terbatas. Anak mulai berkembang kemampuan bahasanya, walaupun pemikirannya masih statis dan belum dapat berpikir abstrak, persepsi waktu dan tempat masih terbatas; (3) Tahap konkret operasional, 7 – 11 tahun.

Pada tahap ini anak sudah mampu menyelesaikan tugas-tugas menggabungkan, memisahkan, menyusun, menderetkan, melipat dan membagi; (4) Tahap formal operasional, usia 11 – 15 tahun. Pada masa ini, anak sudah mampu berfikir tingkat tinggi, mampu berfikir abstrak.
2. Aspek Perkembangan Fisik
Perkembangan motorik merupakan perkembangan pengendalian gerakan jasmaniah melalui kegiatan pusat syaraf, urat syaraf dan otot terkoordinasi (Hurlock: 1998). Keterampilan motorik anak terdiri atas keterampilan motorik kasar dan keterampilan motorik halus. Keterampilan motorik anak usia 4-5 tahun lebih banyak berkembang pada motorik kasar, setelah usia 5 tahun baru.terjadi perkembangan motorik halus.

Pada usia 4 tahun anak-anak masih suka jenis gerakan sederhana seperti berjingkrak-jingkrak, melompat, dan berlari kesana kemari, hanya demi kegiatan itu sendiri tapi mereka sudah berani mengambil resiko. Walaupun mereka sudah dapat memanjat tangga dengan satu kaki pada setiap tiang anak tangga untuk beberapa lama, mereka baru saja mulai dapat turun dengan cara yang sama.

Pada usia 5 tahun, anak-anak bahkan lebih berani mengambil resiko dibandingkan ketika mereka berusia 4 tahun. Mereka lebih percaya diri melakukan ketangkasan yang mengerikan seperti memanjat suatu obyek, berlari kencang dan suka berlomba dengan teman sebayanya bahkan orangtuanya (Santrock,1995: 225)
3. Aspek Perkembangan Bahasa
Hart & Risley (Morrow, 1993) mengatakan umur 2 tahun, anak-anak memproduksi rata-rata dari 338 ucapan yang dapat dimengerti dalam setiap jam, cakupan lebih luas adalah antara rentangan 42 sampai 672. 2 tahun lebih tua anak-anak dapat mengunakan kira-kira 134 kata-kata pada jam yang berbeda, dengan rentangan 18 untuk 286.

Membaca dan menulis merupakan bagian dari belajar bahasa. Untuk bisa membaca dan menulis, anak perlu mengenal beberapa kata dan beranjak memahami kalimat. Dengan membaca anak juga semakin banyak menambah kosakata. Anak dapat belajar bahasa melalaui membaca buku cerita dengan nyaring. Hal ini dilakukan untuk mengajarkan anak tentang bunyi bahasa.
4. Aspek Perkembangan Sosio-Emosional
Artikel Anak Usia Dini
Masa TK merupakan masa kanak-kanak awal. Pola perilaku sosial yang terlihat pada masa kanak-kanak awal, seperti yang diungkap oleh Hurlock (1998:252) yaitu: kerjasama, persaingan, kemurahan hati, hasrat akan penerimaan sosial, simpati, empat, ketergantungan, sikap ramah, sikap tidak mementingkan diri sendiri, meniru, perilaku kelekatan.
Erik Erikson (1950) dalam Papalia dan Old, 2008:370 seorang ahli psikoanalisis mengidentifikasi perkembangan sosial anak: (1) Tahap 1: Basic Trust vs Mistrust (percaya vs curiga), usia 0-2 tahun.Dalam tahap ini bila dalam merespon rangsangan, anak mendapat pengalaman yang menyenamgkan akan tumbuh rasa percaya diri, sebaliknya pengalaman yang kurang menyenangkan akan menimbulkan rasa curiga; (2) Tahap 2 : Autonomy vs Shame & Doubt (mandiri vs ragu), usia 2-3 tahun. Anak sudah mampu menguasai kegiatan meregang atau melemaskan seluruh otot-otot tubuhnya.
Anak pada masa ini bila sudah merasa mampu menguasai anggota tubuhnya dapat meimbulkan rasa otonomi, sebaliknya bila lingkungan tidak memberi kepercayaan atau terlalu banyak bertindak untuk anak akan menimbulkan rasa malu dan ragu-ragu; (3) Tahap 3 : Initiative vs Guilt (berinisiatif vs bersalah), usia 4-5 tahun.
Pada masa ini anak dapat menunjukkan sikap mulai lepas dari ikatan orang tua, anak dapat bergerak bebas dan ber interaksi dengan lingkungannya. Kondisi lepas dari orang tua menimbulkan rasa untuk berinisiatif, sebaliknya dapat menimbulkan rasa bersalah; (4) Tahap 4 : industry vs inferiority (percaya diri vs rasa rendah diri), usia 6 tahun – pubertas.
Anak telah dapat melaksanakan tugas-tugas perkembangan untuk menyiapkan diri memasuki masa dewasa. Perlu memiliki suatu keterampilan tertentu. Bila anak mampu menguasai suatu keterampilan tertentu dapat menimbulkan rasa berhasil, sebaliknya bila tidak menguasai, menimbulkan rasa rendah diri.
Daftar Pustaka
Arya, P.K. 2008. Rahasia Mengasah Talenta Anak. Jogjakarta: Think
Hurlock, Elizabeth B. 1998. Psikologi Perkembangan, terj. Istiwidiyanti dan Soedjarwo. Jakarta: Erlangga
Anonym. 2007. Prinsip dan Praktek Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Direktorat PAUD
Papalia, Diane E, Etc. 2008. Human Development (Psikologi Perkembangan, terjemahan A. K. Anwar). Jakarta: Kencana Prenada Media Grup

Rabu, 13 Maret 2013

cara hadapi anak yang bicara kasar/tak pantas-share

Anak Anda bicara kasar atau tak pantas? Tak perlu bereaksi berlebihan, apalagi sampai memberi hukuman fisik. Tenang saja, Ma! Berikut ini cara menghadapinya ala Anna S. Ariani, MPsi.

- Pura-pura tidak dengar. Jangan buat kata-kata itu berkesan bagi anak dengan memarahi atau menasihatinya. Perilaku yang diberikan perhatian cenderung diulang. Sementara yang tidak diberikan perhatian, cenderung berkurang.

- Sebaiknya berikan perhatian pada kata-kata yang baik. Misalnya, “Adik bilang pintar, ya, ke kakak? Kakak memang pintar.”

- Bila anak bicara kata yang tidak pada tempatnya, pantat misalnya, alihkan dengan kata lain yang mirip. “Ohh… Adik mau ke pantai? Ingat waktu kita ke pantai, ya? Kita, kan, bawa ban. Coba ambil bannya sekarang.” Anak bakal lupa kata-kata yang diucapkan sebelumnya. 

- Beberapa kasus bisa diselesaikan melalui peristiwa dramatis. Misalnya, anak Anda sangat menyayangi neneknya. Kalau dia mengucapkan kata terlarang di hadapan neneknya, lalu neneknya menangis kecewa, ini akan menjadi pelajaran berharga bagi anak. 

- Gunakan teknologi untuk mencatat interaksi di rumah, seperti cctv. Bisa juga, gunakan fasilitas perekam dari ponsel ketika Anda atau anak marah, lalu dicatat. Pencatatan yang detil tentang perilaku buruk ini sebagai pengingat agar lain kali berubah menjadi perlaku positif. 

- Situasinya akan lebih sulit ketika anak mendapat contoh kata-kata buruk dari lingkungan pergaulannya. Biasanya, anak mendapat dukungan dari teman-temannya ketika bicara buruk. Menarik anak dari teman-temannya bukan ide yang baik. Ajarkan anak untuk tidak menyebut kata-kata itu di dalam rumah. Ini sama seperti ketika Anda berpesan, “Nanti kalau ketemu eyang, bicaranya A, B, dan C, ya. Kalau bicara D, E, F tidak sopan.”

- Kegagalan sering muncul ketika tanpa sadar orang tua emosi menghadapi kesalahan anak yang berulang. “Kenapa, sih, bilang ‘bego’ lagi. Sudah mama nasihati berkali-kali. Belum ngerti juga, ya?” Anak bukannya kapok, malah ingat terus kata-kata itu.

Sabtu, 09 Maret 2013

mengatasi prilaku bermasalah pada anak - share

** Beberapa perilaku bermasalah yang disebabkan oleh aspek emosi anak:
1. Agresi : tingkah laku anak yang sampai melukai orang lain seperti suka memukul teman.
2. Temper tantrum : mengekspresikan marah dengan reaksi yang berlebihan sampai teriak, bergulingan dilantai, membenturkan kepala ke tembok.
3. Kurang bisa bersosialisasi : memiliki kesulitan untuk menjalin relasi dengan teman sebaya.
4. Kurang bisa menuruti aturan : sulit mengikuti perintah dan aturan dari orang tua.
5. Berbohong : anak suka berkata  hal-hal yang tidak sesuai dengan kenyataan.
*** Berikut ini adalah hal-hal yang dapat orang tua lakukan untuk mencegah munculnya perilaku bermasalah pada anak:
1. Melibatkan Diri dengan Anak
Orang tua dapat memberikan lebih banyak waktu dengan anak. Orang tua yang bekerja dapat menyisihkan waktu khusus setelah pulang bekerja khusus untuk anak. Misalnya membaca buku bersama selama 15 menit tanpa diintervensi hal apapun (telp/SMS). Orang tua dapat memberikan sentuhan, pelukan dan belaian pada anak. Saat pulang kerja peluklah anak dan katakan pada anak “ Ibu kangeeen”
2. Melakukan Komunikasi Dua Arah dengan Anak
Seringlah ajak anak berbicara, tanyakan kegiatan yang dilakukannya disekolah dengan nada lembut bukan menginterogasi. Minta anak menceritakan pengalaman yang dialaminya di sekolah, orang tua juga dapat menceritakan kegiatan yang dilakukan di kantor dalam bahasa anak. Kegiatan saling bercerita akan membuat orang tua dan anak menjadi lebih dekat sehingga orang tua dapat lebih mudah untuk mengajak anak berdiskusi mengenai banyak hal seperti aturan di rumah, sikap yang tidak disukai oleh orang tua dll.
3. Memberikan Batasan yang Tegas dan Konsisten
Buatlah aturan-aturan dirumah. Jika anak anda sudah cukup besar dan bisa diajak berkomunikasi dengan baik, maka buatlah aturan yang disepakati oleh orang tua dan anak. Aturan yang dibuat adalah mengenai kapan jadwal anak untuk belajar, bermain, menonton TV, mengerjakan PR dan lainnya. Aturan tersebut harus benar-benar dijalani, tulislah aturan tersebut di selembar kertas dan tempel di dinding rumah yang dapat dilihat oleh semua anggota keluarga. Jika anda orang tua yang bekerja mintalah bantuan pengasuh atau pembantu untuk mengawasi anak mengikuti jadwal yang tersedia.
*** Jika perilaku bermasalah sudah muncul, ada beberapa hal yang dapat dilakukan orang tua / guru:
1. Reinforcement
Langkah terpenting dalam mengatasi perilaku bermasalah pada anak adalah memberikan reinforcement positif. Reinforcement positif diberikan ketika anak menunjukkan perilaku yang baik, sehingga anak terus mengulang perilaku baik itu. Reinforcement positif bisa dilakukan tidak hanya secara verbal tapi juga melalui senyuman, sentuhan, kontak mata dan pelukan.
Untuk mengubah perilaku bermasalah pada anak, anak harus mengetahui seperti apa perilaku yang seharusnya ditampilkan oleh anak. Misalnya: jika anak menunjukkan perilaku suka mencubit, tunjukkanlah bagaimana memperlakukan teman sebayanya dengan baik. Jika anak merengek, anak perlu dipuji ketika berbicara dengan baik.
Reinforcement positif yang diberikan pada saat menunjukkan perilaku baik merupakan langkah cepat untuk anak bisa mempelajari perilaku yang baik.
2. Mengabaikan
Mengabaikan merupakan strategi yang efektif. Misalnya anak yang sering menginterupsi guru ketika bicara, guru bisa mengabaikannya. Akan tetapi mengabaikan ini tidak boleh diterapkan jika anak kemungkinan akan melukai diri sendiri atau orang lain. Teknik mengabaikan ini efektif untuk menghilangkan perilaku bermasalah yang anak tunjukkan untuk menarik perhatian orang dewasa.
3. Time-out
Time-out adalah memberikan anak pinalti selama 5-10 menit untuk duduk diam di suatu ruangan tertentu. Penerapan teknik time-out harus diterapkan dengan hati-hati. Teknik ini bisa diterapkan terutama jika anak menunjukkan kemungkinan menyakiti diri sendiri dan orang lain, misalnya perilaku agresif. Time-out bisa diterapkan jika anak menunjukkan perilaku agresif lebih dari dua kali setelah diingatkan bahwa perilaku tersebut tidak diterima. Yang harus diingat, time-out bukanlah hukuman, akan tetapi merupakan cara untuk membuat anak tenang dan berpikir apa yang terjadi.
4. Start Chart
Orang tua dapat menentukan perilaku yang akan diperkuat atau diperlemah. Misalnya ingin menghilangkan perilaku berbohong. Buat bagan chart perhari dan diskusikan dengan anak bahwa jika ia tidak berbohong dalam 1 hari maka ia akan dapat 1 bintang. Jika anak sudah mendapatkan 7 bintang maka orang tua bisa memberikan hadiah yang nyata seperti permen, makanan favorit dll.

Teknik mendisiplinkan anak secara positif - share

Bagaimana cara mendisiplinkan anak yang membuat anak menurut tanpa menghilangkan harga diri anak?
  1. Perhatian positif (pujian)
  2. Pengabaian
  3. Kerja sama
  4. Tegaskan Batas
  5. Hukuman
Dari kelima teknik tersebut gunakan Teknik Perhatian Positif (Pujian) sebagai teknik yang paling sering dilakukan, dan gunakan Teknik Hukuman sebagai teknik yang paling jarang dilakukan
1. Perhatian positif (pujian)
Lakukan sesegera mungkin ketika anak melakukan sesuatu hal yang positif, termasuk hal yang sekecil mungkin.Bentuknya bisa berupa “pengumuman ke penjuru dunia”, hadiah kecil atau token system (good behavior chart).Hal yang penting ketika melakukan ini adalah orang tua melakukan kontak mata dengan anak, menunjukka ekspresi yang menyenangkan dan intonasi suara yang ramah. Pujilah tindakannya, bukan anaknya
2. Pengabaian
Hal ini bisa dilakukan untk perilaku anak yang kurang orang tua setujui tapi masih bisa ditoleransi.Teknik ini hanya bisa berhasil bila diikuti pujian segera ketika anak melakukan hal baik. Pastikan orang tua melakukannya segera setelah anak melakukan perilaku tersebut, tidak melakukan kontak mata, ekspresi wajah yang datar, tidak mengeluarkan kata-kata dan posisi tubuh tidak menuju ke anak
Bentuk lain dari pengabaian ini adalah orang tua melakukan hal lain ketika anak sedang bertingkah, berbicara hal lain ketika anak sedan g bertingkah atau teknik broken record
Metode broken record ini cocok untuk anak berusia 2-2,5 tahun tapi tidak untuk yang berusia 4-5 tahun ke atas. Caranya adalah mengulangi kata-kata yang sama berkali-kali sampai ia menurut apa yang kita kehendaki. Kuncinya adalah ekspresi yang datar dan kata-kata yang sama. Misalnya menyuruh anak mandi, “Nak, mandi nak…” bila ia bilang tidak mau, terus kata-kata “Nak, mandi nak…” diulang berkali-kali sampai akhirnya anak menyerah untuk bergerak masuk ke kamar mandi. Tetapi ada kemungkinan anak melakukannya dengan kesal
3. Kerja sama
Teknik ini dapat diterapkan pada anak usia 3-4 tahun ke atas ketika anak sudah mulai belajar untuk berpikir logis. Targetnya adalah melakukan kesepakatan dengan anak, dimana keputusan dibuat oleh anak dengan sedikit negosiasi dari orang tua.
Bentuknya antara lain sebagai berikut:
  • Berikan pilihan yang sudah orang tua seleksi sebelumnya. Misalnya “Adek mau pake baju yang mana, yang merah atau yang biru” sambil menunjukkan kedua baju tersebut. Cara ini selain membuat anak disiplin, sekaligus melatih anak untuk mengambil keputusan sendiri. Anak yang sudah dapat membuat keputusan sendiri, cenderung tidak akan melanggarnya
  • Teknik Berhitung. Misalnya, “Ayo mainnya bergantian, nanti kalau mama hitung sampe 5, abang tukeran sama adek ya.” Teknik ini sekaligus melatih kepekaan anak terhadap angka. Biasanya semakin besar anak, maka anak akan menawar angka yang lebih besar, seperti 10, 34, 46 dst J
  • Teknik Jam Dinding. Misalnya, “Abang boleh main game sampe jarum panjang di angka 12 ya.” Anak belum mengenal hal yang abstrak, sehingga jangan gunakan kata-kata “5 menit lagi ya.” Jangan lupa gunakan jam dinding/arloji dengan jarum jam, bukan digital. Akan lebih mudah bagi anak untuk mengkalkulasi waktu
  • Teknik Kalender. Misalnya, “Nanti kalo sudah tanggal 17, botol dot-nya kita buang ya.” Hal ini berlaku kepada anak yang sudah bisa membaca angka. Caranya anak diajak untuk melihat kalender setiap hari, beberapa hari menjelang hari yang ditentukan. Untuk menentukan tanggal ini pun, anak dapat bernegosiasi. Biasanya anak akan lebih patuh dan mudah melaksanakannya pada hari H bila mereka sendiri yang menentukan tanggalnya
  • Jika A maka B. Misalnya “Kalau adek cepat mandinya, nanti kita bisa segera jalan-jalan” Gunakan kalimat positif untuk mendapatkan hal yang menarik ketimbang “Kalau adek mandinya lama, nanti kita lama deh kita gak bisa pergi. Otak manusia (baik dewasa, apalagi anak) cenderung tidak dapat menampung kata-kata negatif, sehingga pesan yang diterima oleh anak adalah ia harus mandi lama agar lama tingga di rumah
  • Buat perjanjian tertulis. Tentunya bagi anak yang sudah mengerti membaca. Akan lebih “keren” lagi bila perjanjian itu ditandatangani kedua belah pihak (minimal anak membubuhkan namanya di sana), sehingga anak merasa seperti layaknya orang dewasa
  • Good Behaviour Chart Chart dengan gambar dan warna yang lucu-lucu dapat anda download dari internet. Misalnya, “Kalau Aa bangun jam 7 tiap pagi, dapat 1 bintang. Kalau dapat 10 bintang, bisa Aa tukarkan dengan 1 buah mobil mainan.” Teknik ini sangat powerful, tetapi banyak juga yang menentangnya, termasuk diantaranya Maria Montessori. Menurut Montessori, teknik ini tak ubahnya menjadikan anak seperti seekor hewan sirkus yang mau melakukan sesuatu dengan iming-iming makanan. Dalam kasus di atas, anak akan kehilangan makna pentin gnya bangun pagi, melainkan hanya ingin mendapatkan mobil mainannya saja
4. Tegaskan Batas
Teknik ini dilakukan sesegera mungkin dengan melakukan kontak mata dan ekspresi wajah yang tegas, bukan marah.Gunakan kata-kata singkat dan padat, dengan intonasi yang tegas.Gunakan dengan kata perintah. Bila belum berhasil, gunakan perintah berulang (broken record), peringatan akan konsekuensi negatif (cabut haknya untuk bermain/menonton) atau time-out (disetrap maksimal 1 menit untuk tiap tahun usia anak, lakukan di tempat aman dan di tempat yang sama untuk setiap time-out).
Hati-hati bila melakukan time-out, jangan sampai anak merasa harga dirinya direndahkan
5. Hukuman
Lakukan sesedikit mungkin dalam hal ini.Menghukum dalam hal ini adalah mencabut haknya, dengan memberikan konsekuensi negative atas perlakuan negatifnya.Misalnya, “Kalau kakak pukul mama sekali lagi, nanti sore kakak tidak boleh nonton TV ya.”Bila anak melakukan, segera lakukan konsekuensi tersebut, bila anak menangis, gunakan teknik mengabaikan.
Dalam menghukum anak, orang tua tidak boleh menggunakan kata-kata negatif, marah apalagi hukuman fisik seperti memukul, mencubit dll
Penerapan kelima teknik tersebut di atas, tentunya bukan lah proses yang instan yang membuat anak langsung menerima. Perlu kesabaran dan konsistensi dari orang tua untuk membuat teknik-teknik ini berhasil.